you're reading...
Awamologi, Sok Spiritual

Awamologi, Titik Ba, dan “Ilmu Batin”

titikbunga

Kembali aku lanjutkan pembicaraan mengenai kaitan antara paradigma Titik Ba dalam buku Titik Ba karya Ahmad Thoha Faz (lihat: Dari Titik Ba Menggapai Surga) dengan awamologi. Sejak awal telah dijelaskan bahwa awamologi bukan ilmu mandiri dalam pengertian ia hanyalah alat perangkum pengetahuan atau apa saja dalam hidup ini yang dihimpun dalam satu titik tumpu paradigma, pendekatan, atau pemahaman berdasarkan prinsip-prinsip keawaman, yaitu semua nilai positif yang sesuai dengan fitrah diri manusia yang pada hakikatnya merupakan makhluk yang awam belaka. Tentu saja ini berarti bahwa semua prinsip awami ini akan sejalan dengan nilai-nilai kebenaran agama. Hal ini pula yang kiranya mempertautkan awamologi dengan paradigma Titik Ba. Awamologi memiliki titik persamaan universal dengan hakikat kemanusiaan sebagaimana juga Titik Ba, tetapi awamologi juga tidak mengelak dari keniscayaan keunikan diri pribadi manusia. Begitu pula halnya dengan Titik Ba.

Mari kita simak ungkapan-ungkapan dari Titik Ba, mulai dari pijakan awal hingga simpulan akhirnya. Diakui oleh (penulis) Titik Ba, “Saya ingin merangkum dan menata ulang apa yang saya tahu, saya alami, dan saya imajinasikan ke dalam satu ‘titik’. Mungkinkah? Jika kehidupan dianggap sebagai keutuhan yang tak terbagi, dengan titik fokus apa saya melihatnya? Adakah ‘titik fokus’ semacam itu sehingga saya tidak mudah oleng dalam kondisi apa pun?” (Hlm.26).celagoalaut

Itulah awal pijakan Titik Ba. Lalu, dalam proses pencarian/perumusan “titik” itu, sang “salik” menemukan dirinya sebagai pribadi yang cenderung adaptatif-kreatif atas keadaan. Dia bukan pemberontak sistem, tapi pesiasat sistem. “Ya, daripada keluar dari sistem yang sudah mapan, lebih baik saya menyusun kurikulum khusus bagi pembelajaran saya sendiri. Bukankah saya yang paling tahu (setelah Tuhan) mengenai siapa diri saya?” (Hlm. 28).

Dia juga menemukan dirinya sebagai pribadi yang kooperatif dan berbahagia kala dapat bekerja sama atau saling berbagi. “Saya beruntung. Sebab, kecintaan untuk belajar dan memotivasi orang lain untuk sama-sama belajar, bagi saya, mungkin merupakan kekuatan-khas yang terpenting. Ketika saya belajar dan sampai menemukan sesuatu yang baru, hati saya terasa bercahaya. Saya merasa tersegarkan kembali dan ingin berbagi.” (Hlm. 28). Namun, pada akhirnya, dia tetaplah tidak mengungkung atau mengekang kemandirian orang lain. Inilah katanya: “Dengan menulis buku berarti saya siap mendengar dan belajar dari ribuan pembaca. Selamat membaca. Semoga setiap insan mampu berdiri di atas tumpuan mata kaki dan mata hati sendiri, sehingga siapa pun lebih setia dan lebih percaya pada hati nurani sendiri daripada apa pun dari luar, tidak terkecuali tulisan ini.” (Hlm. 30).dudukdik

Benarlah demikian. Awamologi pun sejak awalnya dimaksudkan sebagai ombakbadai1pegangan bagi diri sendiri agar bisa berdiri kokoh dari empasan badai kehidupan. Pegangan itu dapat berasal dari luar yang lalu diserap menjadi bagian dari diri, bisa pula dari dalam diri yang digali agar dapat terpancar keluar. Mungkin agar dapat mengembangkan potensi diri secara maksimal, kita mesti menyeimbangkan proses penyerapan (outside-in) dan penggalian (inside-out) ini. Namun, bisa jadi pula takaran tiap orang bisa berbeda-beda. Terserah saja disesuaikan dengan kedirian masing-masing. Aku sendiri belum tahu persis persentase itu dalam awamologi––terutama karena akan terus berproses; meski dalam praktik, tanpa disadari, barangkali aku cenderung lebih banyak menggali––, begitu pula dalam Titik Ba. Bisa jadi kedua-duanya lebih banyak bertumpu pada penggalian (batin) diri masing-masing. Maka, tak ada salahnya kalau kita renungi untaian kata-kata dari M.R. Bawa Muhayyaddin, seorang tokoh sufi, mengenai hal itu berikut ini yang dianalogikannya sebagai “seperti menggali sumur”.sumur1

Apabila Anda menggali sumur, Anda harus menggalinya jauh ke dalam sampai Anda menemukan sumber mata airnya. Dapatkah sumur itu penuh tanpa mencapai sumber yang dalam itu? Bila Anda bergantung pada hujan atau sumber luar lain untuk mengisi sumur itu, maka air itu hanya akan menguap atau diserap oleh tanah. Lalu, bagaimana Anda dapat membasuh diri Anda atau menghilangkan dahaga Anda? Hanya jika Anda menggali cukup dalam untuk mendapatkan mata air, maka Anda akan sampai pada sumber air yang tak habis-habisnya. Demikian juga halnya, jika Anda hanya membaca ayat-ayat dari kitab suci, tanpa menggali lebih dalam untuk mencari maknanya, hal itu seperti menggali sebuah sumur tanpa mencapai mata airnya atau seperti mencoba mengisinya dengan air hujan. Kedua cara ini tidak akan memadai. Hanya apabila Anda membuka mata air yang ada di dalamnya dan ilmu Tuhan mengalir dari sana, maka mata air sifat-sifat Tuhan akan mengisi hatimu. Hanya setelah itu Anda dapat menerima kekayaan-Nya. Hanya setelah itu Anda akan mendapatkan kedamaian dan ketenangan. Kearifan dan ilmu Tuhan ini harus timbul dari dalam diri Anda; kisah Tuhan dan doa mesti dipahami dari sisi batin. Maka Anda akan memperoleh semua yang Anda butuhkan untuk diri Anda, dan Anda juga akan merasa cukup untuk berbagi dengan orang lain. (M.R. Bawa Muhayyaddin)sumur2

Jika ungkapan dari sang sufi itu “terlalu dalam” sehingga sulit dipahami, kiranya perlu pula dikutip pendapat Prof. Dr. Ir. Jann Hidayat Tjakraatmadja, MSIE dari Sekolah Bisnis dan Manajemen ITB dalam komentarnya mengenai buku Titik Ba. Isinya berkaitan dengan soal pembelajaran “dari luar” dan “dari dalam” itu. Menurutnya, buku ini seolah mengingatkan kita akan kebenaran hasil studi bahwa rata-rata manusia hanya berhasil memanfaatkan potensinya 5% saja selama hidupnya. Padahal, binatang yang langsung dibimbing Tuhan mampu mencapai 100% dari potensi (diri)-nya. Mengapa kebanyakan manusia tak dapat mencapai 100% potensi dirinya? Karena kebanyakan lembaga pendidikan hanya mengajari manusia untuk belajar dari alam (outside-in); jarang yang mengajari bagaimana belajar untuk memahami makna hidup dengan mengacu pada suara kalbu (inside-out), yaitu belajar dengan bimbingan Tuhan. Menurutnya, manusia akan mampu mengembangkan potensi dirinya secara maksimal jika ia mampu belajar secara seimbang antara outside-in dengan inside-out. Nah, menurutnya pula, buku Titik Ba ini mencoba menjelaskan bagaimana belajar dengan mengandalkan diri pada proses inside-out itu. Wallahu a’lam.berbagidiangkasa

               Selanjutnya, silakan saling berbagi. 



About Bahtiar Baihaqi

Sekadar ingin berbagi, dari orang awam, untuk sesamanya, orang awam pula dan mereka yang prokeawaman.

Diskusi

24 respons untuk ‘Awamologi, Titik Ba, dan “Ilmu Batin”

  1. bagaimana kita bisa mencari titik BA atau lebih jelasnya maqrifat,tolong dibantu pak…

    Posted by bayu | Maret 6, 2009, 3:03 pm
  2. Hehehe. Bayu, aku sendiri masih dalam proses belajar kok. Awamologi, titik Ba, nasihat Syekh Bawa, dll itu sedang coba aku catat, pahami, dan menerapkannya pada diriku. Menurutku tak perlulah kita berberat-berat dalam memahami ini semua (makrifat diri dan Tuhan). Sedikit demi sedikit saja, sesuai dengan kemampuan masing-masing. Bisa diawali dengan membuka diri, memperpeka diri dengan “zikir” (menzikiri diri, menzikiri Sang Pencipta).
    Ops, sori Bayu, bener, aku ini cuma orang awam. Hanya yang terpapar di sinilah yang bisa kubagi.

    Posted by Bahtiar Baihaqi | Maret 7, 2009, 4:10 pm
  3. santri kopet!

    Posted by joe Idiot | September 9, 2009, 3:31 pm
  4. Aku punya tuh bukunya, 2x aku baca, tapi tetep: RA MUDENG2!!!!

    Posted by setoelkahfi | November 2, 2009, 12:31 pm
    • Maaf ya, saya sih ga tau buku apa yang anda semua bicarakan, tapi menurut saya pribadi kalau dengan membaca semua orang menjadi pintar dan langsung mudeng, mungkin semua orang memilih membaca daripada belajar dan mengkaji, membaca gak harus langsung mengerti dan faham, mungkin suatu saat setelah apa yang kita baca itu akan kita ketahui dan kita alami dalam kehidupan kita sendiri atau melihat kehidupan orang lain yang bisa kita saksikan, begitulah cara Tuhan memanjakan dan memberi pengertian pada hambanya sesuai kebutuhan hambanya

      Posted by Chn Fa | Juni 6, 2015, 9:09 am
  5. @Kahfi,
    aku malah belum juga tamat baca hingga kini…he he he.

    Posted by Bahtiar Baihaqi | November 2, 2009, 11:49 pm
  6. Semua kita memang belajar dan harus belajar termasuk saya pribadi, karena ada pepatah”tuntulah ilmu dari buayan sampai ke liang lahat”, jadi selama Nafas belum sampai di kerongkongan kita masih wajib belajar, memohon baik ilmu, pengampunan, apa saj yang kita mohon kepada Allah, semoga para bapak, sahabat, ustad, mursid, Kyai, yang mempunyai imu hikmah, ayo berbagilah ilmu haq kepada sekalian ummat, semakin kita membagi ilmu semakin ditambah pula ilmu kita, katakanlah walau satu ayat yang penting benar adannya, begitu juga air yang ada disumur yang kita gali semakin kita mengambilnya semakin banyak juga airnya, minimal tetap, karena sesungguhnya Allah maha pemurah lagi maha penyayang.

    Posted by khidir-ASIASMR | Desember 14, 2009, 1:17 pm
  7. terima kasih untuk pengelola web ini yang sudi membagi ilmu kepada saya yang awam ini, semoga apa yang anda lakukan ini bermanfaat bagi semua ummat muhammad, amin dan mendapat pahala serta ridho dari Allah SWT karena sesungguhnya Allah-lah yang maha pemberi karunia, karena sesuatu yang bermanfaat bukan harus emas sebesar bumi namun ucapan atau omongan , ilmu adalah lebih nikmat dari emas sebesar bumi, karena kita mampir dibumi ini bukan untuk memiliki bumi/dunia tetapi mencari satu jalan kebenaran yang harus kita laporkan kepada Sang Khaliq Allah SWT, dalam arti jangan kehidupan akhirat mengikuti kehidupan dunia tetapi kehidpan duniaharus dilandasi oleh kehidpuan akhirat, dengan mengikuti Petunjuk dan Larangan dalam kitab Al-qu’ran

    @Sama2lah, makasih juga.

    Posted by khidir-ASIASMR | Desember 14, 2009, 1:26 pm
  8. assalamualaikum, tholabul ilmi minalmahdi ilallahdi. smoga kita smua MENGAMALKAN SAIR INI, AMIEN…. WASSALAM.

    @Ya, semoga. Waalaikumsalam.

    Posted by samsul hadi | Januari 6, 2010, 1:00 pm
  9. janagan hanya ilmu titik ba’, kalau perlu kita kaji ilmu alif hingga ya’. wallhu a’lamu.

    @Iya, semestinya sih begitu. Cuma lantaran kemampuan diri, jadi ya sebatas yang bisa kubagi saja. Sebaliknya, semoga Anda sudi berbagi hal itu di sini.

    Posted by SAMSU sambang jagad | Juni 16, 2010, 10:11 am
  10. titik ba’. awal asma Allah yang MAHA rahman dan rahim.
    awal titik ba’, lalu melalui sin ( 3 jalur) akan ketemu puncak pengabdian sbagai hamba.
    yang beramal dan tujuan beramal, yang berdoa tujuan berdoa
    dari asal yang sama.
    “Akulah perbendsaharaan yang rahasia/sembunyi,kuciptakan makhluk agar mengenalku”
    wallahu a’lamu bishowab

    @Alhamdulillah. Ditunggu terus sedekah ilmunya. Semoga bermanfaat.

    Posted by samsu sambang jagad/ santri ngeli/ alfaqirubillah | November 21, 2010, 2:10 pm
  11. ( .) titik mengandung makna simbolis yg mengartikan JIWA .. jalanin kehidupan dengan menjadi NUN, tapi raihlah pengetahuan dengan menjadi BA’ karena ALIF berada dibelakangnya..

    Posted by agus | Februari 10, 2011, 3:33 pm
  12. NUN mengandung arti simbolis. dari bentuknya NUN..menunjukan letak (.) berada didalam “WADAH” nya..jd klo saya artikan adalah sang JIWA berada didalam tubuh material, terpenjara/terpendam dalam gelap nya tubuh material, membuat kesadaran sang JIWA menganggap DIRI nya lah tubuh material itu dan membatasinya sebagai ciptaan TUHAN yang di akui oleh TUHAN sendiri sebagai bentuk yang paling sempurna….bentuk NUN adalah bentuk kepompong..suatu bentuk peralihan… tp sungguh sayang!! kebanyakan dari kita tidak mampu keluar dari kepompong dan tetap jadi kempompong sampai akhirnya….dengan mengetahui arti simbolis NUN semoga kita, termasuk saya sendiri bisa lebih memahami arti dari BA’ yang dibuat TUHAN sebagai perumpamaan akan pengetahuan-NYA….WALLOHU A’LAM>>

    Posted by agus | Februari 12, 2011, 11:26 am
  13. BA’ dengan titik (.) nya,kalau saya artikan adalah simbol dari pengetahuan itu sendiri.karena apabila sang JIWA sudah lepas dari kungkungan wadah nya..sang JIWA akan lebih mengenal akan siapa DIRI dan SIFAT nya, yang adalah merupakan titik (.) kecil…nuqtah yang tidak berhuruf tidak bersuara, tidak terdahulu dan tidak terkemudian…mutiara dalam kulit cangkangnya..wujud yang terpisah dari zat asalnya..seperti setetes air yang terpisah dengan lautan luas dan seumpama titik yang berada dibawah qalam/pena..goreslah lebih panjang keatas maka titik akan menjadi ALIF…

    Posted by agus | Februari 17, 2011, 10:23 am
  14. Hanya saja saya terlambat membaca buku titik ba karya ahmad thoha faz, saya baru membelinya pada tahun 2008, sampai sekarang saya terus mengulangi membaca buku itu setiap ada pengalaman kehidupan baru saya kroscek, daln ternyata isinya memang benar dan menggugah kesadaran.

    dan ketika hari ini saya mengetikkan keyword titik ba, ketemulah blog ini

    titik ba sekali lagi!!!

    Posted by Faiz | April 26, 2011, 7:41 pm
  15. Diskusi yang sangat menarik, bahasanya cukup tinggi buat saya cerna tapi tetap menarik untuk diikuti, sehingga tidak cukup satu kali saya membaca setiap kalimatnya. Penulis “Titik Ba” adalah teman sekolah saya waktu SMA, pintar dan bersahaja, kira-kira itulah yang saya ingat tentang Ahmad Thoha Faz. Lama tidak berjumpa, mungkin suatu saat nanti jika kami bertemu, perlu untuk berdiskusi langsung dengan Sang Guru. Salam kenal toek semuanya, blog yang sangat bagus dan sarat dengan ilmu.

    Posted by Rudy | Mei 20, 2011, 1:35 pm
  16. saya pingin mengetahuinya dgn rinci

    ======
    Mohon maaf, Mas Indra, saya bukan ahli soal ini, sekadar kutip-kutip aja. Terima kasih sudah berkunjung.

    Posted by indra | Agustus 1, 2012, 10:18 pm
  17. I’m a writer from Vinkeveen, Netherlands just submitted this to a coworker who was doing some research on this. And she actually ordered me lunch simply because I came across it for her… lol. So allow me to reword this…. Thanks for the food… But yeah, thanks for taking some time to write about this subject here on your blog.

    Posted by estohago.net | Mei 2, 2013, 10:48 am
  18. sesuatu yang masih harus di peljarai tentang dua ilmu ini nih.

    Posted by properti semarang | Mei 28, 2013, 11:58 am
  19. Assalamu’laikum Wr. Wb.

    Salam kenal. Saya belum membaca buku anda, namun melihat dari blog ini sangat menarik untuk mencari buku tersebut. , jika berkenan bisa berbagi mengenai pemahaman atas buku tersebut, agar lebih mendalami dan memaknai.

    Terimakasih

    Posted by Davied | Juli 1, 2013, 12:52 am

Tinggalkan Balasan ke Rudy Batalkan balasan