you're reading...
Calon Penghuni Surga

Militer Berhati Lembut

Melihat Gaza yang PALESTINIANS-ISRAEL/VIOLENCEmembara dan Palestina yang berduka, bahkan semestinya dunia pun meratapinya, aku rasanya tak bisa lain selain menganggap bahwa orang-orang yang dididik untuk berperang pastilah berhati garang. Gambaran yang paling nyata dari simpulan pendapatku ini ya ada pada kebrutalan pasukan (militer) Israel itu, yang meluluh-lantakkan Gaza itu. Padahal belum lama seorang Paus Benediktus XVI menyerukan pesan perdamaian Natal dari Vatikan. Paus pun berdoa untuk kedamaian di Timur Tengah. Namun orang-orang Yahudi (Israel) rupanya tuli terhadap seruan itu. Bahkan saat dunia tengah memasuki pergantian tahun (Hijriah) dan sebentar lagi tahun baru Masehi, segerombolan orang dari negeri kandidat perdana menteri Tzipi Livni meledakkan bom-bom di Palestina tanpa hati bertubi-tubi. Hari ini (Senin, 29 Desember 2008), misalnya, aku baca judul besar di halaman utama koran Indo Pos: “50 Ton Bom Timpa Masjid-Sekolah”. Ya, itu terjadi di Jalur Gaza. Korban tewas disebutkan telah melampaui angka 300 orang.

Yang lebih menjengkelkan lagi, kebiadaban itu sengaja dilakukan bukan untuk tujuan suci semisal jihad atau atas dasar ideologis semacam itu. Motifnya disebut-sebut lantaran bakal adanya pemilu di Israel, juga ada pengaruh pergantian kepemimpinan di AS ke tangan Barack Obama. Artinya sekadar untuk tujuan politis agar para kandidat pemimpin di Israel mendapat simpati pemilih dan menang pemilu. Subjudul berita di Indo Pos tadi dengan jelas menyebut hal itu: “Motifnya karena Pemilu dan Obama”. Sungguh keterlaluan.

Pertanyaanku kemudian, tak ada lagikah tersisa suara hati dari orang-orang Yahudi itu, pada elite pemimpin mereka, lalu khususnya pada pasukan perang mereka? Lalu benarkah orang-orang militer memang sudah benar-benar menjadi makhluk perang tanpa punya hati lagi?

Jawaban cepat dari pertanyaan itu langsung tertuju pada institusi militer di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Ya, di tingkat dunia sebenarnya masih ada pasukan perdamaian PBB. Masih ada kata “perdamaian” di dunia ini. Lalu, lihatlah contoh nyata dari salah satu wakil pasukan ini yang kebetulan berasal dari Indonesia. Mereka baru selesai bertugas melaksanakan misi PBB itu di Lebanon, di bawah komando A.M. Putranto. Tangis anak-anak Lebanon pun pecah begitu mereka harus berpisah dengan satuan pasukan Putranto itu. Rupanya hati mereka telah tertambat pada getar perdamaian yang ditularkan Putranto dan anak buahnya. Mereka semua telah dapat berkomunikasi dengan bahasa hati yang indah. Aku pun terharu membaca kisah ini pada rubrik Sosok harian Media Indonesia edisi Rabu, 17 Desember 2008. Belum terlalu lama.putranto

Sejak awal mengemban misi PBB itu, Putranto sadar bahwa kawasan perang yang panas dan ganas pastilah membuat harga sebuah perdamaian amat mahal. Namun dengan tekad yang kuat, sang letkol dan 412 anak buahnya mampu menghadirkan suasana damai itu bagi mereka yang tinggal di daerah basis kelompok Hezbollah di Lebanon Selatan. Lewat kejelian dan kepekaan, Putranto mengemas berbagai bentuk interaksi sosial yang dipandang positif oleh warga setempat. Tak mengherankan bila kemudian pasukan Putranto, yaitu Satuan Tugas Batalion Infanteri Mekanis TNI Kontingen Garuda (Satgas Yonif Mekanis Konga) XXIII-B, mendapat tempat tersendiri di hati warga di sana. Bahkan anak-anak di sana pun merindukan kehadiran mereka.

“Tidak satu pun pelanggaran boleh terjadi,” kata Putranto menancapkan tekadnya.

Maka, berkat ketegasannya itu, Satgas Konga XXIII-B dapat menuntaskan seluruh tugasnya dengan menyandang status tanpa cela, zero accident.

“Bagi saya pribadi, status ini sangat luar biasa. Karena banyak kontingen dari negara lain mengalami hal sebaliknya. Padahal masa penugasan mereka lebih cepat ketimbang kami,” tuturnya.

Yang pasti, keprofesionalan serta pendekatan kultural dan nurani yang diterapkan pasukan Putranto mampu menghadirkan kekompakan pasukan serta penghargaan dan penghormatan warga setempat terhadap mereka. Padahal, menurut Putranto, jika dilihat sepintas, karakter orang-orang Lebanon itu begitu keras.

“Tetapi sejatinya mereka memiliki hati yang lembut dan rasa setia kawan tinggi. Hanya, itu baru tampak bila mereka telah memercayai orang yang ada di hadapannya,” sebut Putranto yang telah dikaruniai dua putri berusia remaja.

Pemahaman atas karakter dan situasi lokal yang sangat keras untuk ditaklukkan membuat Putranto memahami betul arti penting menguasai situasi tersebut. Pilihan strategi yang tepat akhirnya mampu merebut hati rakyat Lebanon.putranto-dan-anak-anaklebanon

Berbagai program pelayanan terhadap masyarakat setempat dilakukan. Semua aktivitas sosial diikuti, termasuk menghadiri undangan takziah. Seiring dengan itu, Putranto tak henti-hentinya memberikan wejangan kepada seluruh pasukan agar tak bertindak atau mengeluarkan perkataan yang dapat menyinggung perasaan warga setempat. Para prajuritnya ditekankan untuk sesegera mungkin memahami adat-istiadat setempat.

Putranto juga menyadari betapa peperangan telah berakibat buruk terhadap pertumbuhan mental anak-anak dan remaja di sana. Karena itu, dia gelar pula acara-acara yang bersifat hiburan dan edukatif untuk mereka. Dia datangkan mobil pintar (smart car) sebagai wahana tempat mereka belajar. Pertunjukan sulap pun kerap ditampilkan. Lalu, yang jadi rebutan anak-anak di sana adalah hadiah boneka beruang putih berukuran imut bernama Teddy Indobatt. Ini menjadi sentuhan lain bagi anak-anak yang terbiasa dan dibiasakan bermain perang-perangan itu. “Mencontoh apa yang mereka dengar dan alami di sekelilingnya,” ucap Putranto.pasukan-konga-xiiib-membagikan-boneka-teddy-indobatt-bagi-anak-lebanon_110208

Putranto dan pasukannya pun tak lepas dari ancaman bahaya akibat peperangan itu. Kentalnya warna pertempuran di Lebanon Selatan membuat mereka harus memasang kewaspadaan yang tinggi. Sebab, kelompok-kelompok garis keras yang sedang bertikai itu kerap mengarahkan sasaran aksinya kepada kontingen pasukan perdamaian.

Untungnya, komunikasi bahasa hati benar-benar dapat dilaksanakan Putranto, baik kepada pasukannya, warga setempat maupun terhadap keluarganya di Tanah Air. Beratnya beban tugas ternyata tidak membuatnya absen berkomunikasi dengan anak-anak dan istri di Indonesia. Terlebih bila kerinduan sedang melanda. Ayah Tika, 15, dan Lia, 10, ini pun mengaku punya resep istimewa untuk mengobati rasa rindu itu. Dia lakukan kegiatan masak-memasak dengan menu ala Indonesia. Putranto pun menularkan kegiatan ini, lengkap dengan resep-resepnya, kepada pasukannya.

“ Di sini, setiap kompi punya menu andalan. Ada kompi yang jago masak nasi rawon, nasi uduk, lontong kare, sup kepala ikan, rica-rica, ataupun nasi goring,” beber Putranto.

He he he, betul-betul bikin ngiler resep hati nurani ala Putranto dan pasukannya ini. Pantas saja anak-anak Lebanon menangis sesenggukan kala harus berpisah dengan mereka. Untuk yang ada di Tanah Air, agaknya bisa menghubungi mereka untuk mencicipi resep masakan para militer berhati lembut itu. Boleh dicoba rasanya.

About Bahtiar Baihaqi

Sekadar ingin berbagi, dari orang awam, untuk sesamanya, orang awam pula dan mereka yang prokeawaman.

Diskusi

2 respons untuk ‘Militer Berhati Lembut

  1. betul skali pak….
    N Israel memang negara biadab dan jahannam
    =>Aku bahkan nyaris kehilangan kata-kata untuk mengungkapkan kebiadaban mereka.

    Posted by arsyadsalam | Desember 29, 2008, 9:17 pm
  2. jarang” nie…
    perlu dilestarikan 😛

    => Ya, moga lembut juga di negeri sendiri.

    Posted by Treante | Desember 30, 2008, 4:28 pm

Tinggalkan komentar