Aku kira tamu kita kali ini pantas diteladani. Paling tidak, ia pahlawan terbaruku, pelipur lara penggerak jiwa kaum awam, cocok dengan nilai-nilai keawaman, awamologi.
Lho, bicara apa ini?
Ya, awamologi memang berangkat dari kesadaran atas keawaman, keterbatasan atau kelemahan diri. Lalu dari sana kita bergerak, sesuai dengan kedirian atau kemampuan diri masing-masing, menggapai cita-cita.
Nah, tamu kita ini, Masriyah Amva, pun demikian. Setelah melalui banjir peluh dan air mata mencurhatkan galau kelemahan diri kepada Sang Kekasih, kini dia menuai produktivitas karya. Dalam rentang waktu yang hanya tiga tahunan hingga 2009 ini, Amwa telah menulis tidak kurang dari lima buku. Di antaranya ada tiga buku kumpulan puisi dan satu buku prosa (nonfiksi). Buku-buku puisinya adalah Ketika Aku Gila Cinta (2007), Setumpuk Surat Cinta (2008), dan Ingin Dimabuk Asmara (2009). Ketiganya diterbitkan oleh Nuansa Cendekia yang juga menerbitkan buku nonfiksi (memoar) Amva, Cara Mudah Menggapai Impian (2008). Ia juga sedang menulis buku bertema “Matematika Allah” dan “Umrah Tiap Tahun”. Satu bukunya lagi tengah dalam proses cetak di Mizan, yaitu “Cara si Miskin Naik Haji”. Padahal, ia seorang nyai* (sebutan untuk pengasuh pondok pesantren perempuan) yang pasti sibuk mengurus santri-santrinya. Ia juga seorang janda, orang tua tunggal, yang tentu menanggung beban yang tidak ringan lantaran mesti berjibaku sendirian.
Tidak cukup satu atau dua paragraf untuk memaparkan sederet masalah dan keterbatasan diri Amva dalam mengarungi bahtera rumah tangga dan kehidupannya. Khususnya dalam sisi batin. Sebagai perempuan, ia sempat dilanda konflik nurani kala cinta insaniahnya kepada lelaki mesti berhadapan dengan realitas sosial sehingga ia mesti memilih untuk menuruti ego cinta dirinya atau melandaskan segenap rasa itu pada cinta Ilahiah? Ini suatu hal yang sulit untuk direalisasi, dilematis. Riwayat hidupnya yang secara kasatmata tampak memiliki keunggulan pun semisal sebagai anak kiai, bersuamikan kiai, dan sempat lama hidup di luar negeri (Tunisia) tidak mampu menolong sejuta keterbatasan Amva sebagaimana diakuinya sendiri.
“Sebagai perempuan, istri, dan ibu dari anak-anak, aku mempunyai kekurangan dan kelemahan yang begitu banyak. Aku tidak bisa melakukan pekerjaan sebagai ibu, istri, dan perempuan. Aku tidak bisa memasak, pemalas, selalu bangun siang, keras kepala, sulit makan, (suka) pergi ke restoran, hobi belanja, jalan-jalan, pemboros dan lain-lain.” (Cara Mudah Menggapai Impian/CMMI, hlm. 7)
Semua itu tentu membuat Amva mesti mencari penopang agar hidupnya menjadi ringan. Ia pun mengomunikasikannya kepada orang lain dan berharap orang lain akan bisa memahami dan membantunya. Katakanlah ia mesti mencari sosok yang baik, kuat, dan kaya. Namun, tentu saja, sebagaimana yang sudah sama-sama kita maklumi bahwa tidak mudah memperoleh kecocokan dan kekokohan topangan orang lain meski itu dari keluarga dan orang-orang terdekat. Bukan tidak mungkin kita justru menuai respons negatif berupa ketiadaan simpati, caci maki atau sekadar iri hati. Bahkan kalaupun orang-orang lain itu baik-baik semua, kekurangan pastilah ada. Jadi, bersandar kepada sesama manusia tetaplah rapuh.
Alhamdulillah, setelah melewati perjalanan yang panjang, bahkan amat panjang (dalam ukuran rentang waktu pergulatan batin tentu saja), akhirnya Amva menemukan “sosok” yang luar biasa, maha-luar biasa. Dialah Allah SWT. Ternyata segenap kelemahan yang kerap dia kutuk dan sesali memberi hikmah yang besar dan bisa dijadikan tangga untuk menggapai kekuatan diri dari Sang Kuasa. “Kelemahan dan kekuranganku itu ternyata berjasa dalam mengenalkanku dengan Sang Pencipta. Dan di sanalah aku ‘bertemu’ Tuhanku.” (CMMI, hlm. 9)
Berikut ini aku akhiri tulisanku dengan mengutip salah satu puisi Amva yang kiranya dapat mewakili uraianku itu, menyarikan proses penemuan Amva pada Tuhan. Dengan ini pula mudah-mudahan semua saudaraku sesama orang awam (termasuk aku sendiri) takkan pernah tercetus dalam hatinya rasa putus asa karena kita telah memiliki tempat berpasrah diri yang sejati: Sang Maha Kuasa.
AKU MENGENALMU
Sejuta tanya kulontarkan
Sejuta tangis histeris mengiris
Namun Engkau tetap diam
Membiarkanku didera cercaan
Kau cipta aku dengan kekurangan
Kau cipta aku dengan kelemahan
Kutanya mengapa?
Namun Engkau selalu diam.
Engkau terus bersembunyi
Walau aku terus mencari
Kau selalu membiarkanku
Terus dilecehkan dan dinistakan
Aku lelah
Aku jera
Aku benci dengan diriku
Aku bosan dengan mereka
Aku jera dengan semua
Dan di ambang putus asa
Aku pasrah… Aku pasrah…
Namun Dirimu yang selalu kucari
Tetap saja bersembunyi
Lalu…
Kebencian kutinggalkan
Penderitaan kuhancurkan
Rasa penasaran kukubur dalam-dalam
Dan kubiarkan hinaan dan nistaan terus menghantam
Kubiarkan aku tenggelam
Dan terus tenggelam
Lalu aku menyelam
Menyelam…
Terus menyelam
Di dasar lautan itu
Tiba-tiba saja
Engkau menampakkan Dirimu
Betapa…
Aku sangat terkesima
Betapa…
Aku sangat terpana
Sebuah kesadaran baru lalu menjalar-jalar
Sebuah pengakuan baru lalu menyatu
Betapa…
Kini aku tahu
Bahwa Engkau adalah Sang Mahamulia
Dan aku adalah si hina-dina
Bahwa Engkau Sang Mahasempurna
Dan aku adalah si lemah
Di dasar lautan itu
Aku pertama kali mengenal-Mu
Dan aku pertama kali mengenal diriku
(dari buku Ingin Dimabuk Asmara)
*Nyai Hj. Masriyah Amva kini mengasuh hampir 1.000 santri di Pondok Pesantren Kebon Jambu Al-Islami, Desa Babakan, Kecamatan Ciwaringin, Kabupaten Cirebon.
Wah produktif banget tuh.
@Iya Mas, aku jg ngiri.
pagi pak..
bu amva mirip ibuku loh sekilas…
ko bisa yah.
serius pak.
hehehe
@Ya, bisa ajalah Falla. Makasih dah berkunjung. Moga milan menjuarai liga, he he he.
Temanya sangat menarik dan berbobot. Menurutku, akan lebih menarik bila Bung Bahtiar lebih rinci dalam menggambarkan kesehari-harian “calon penghuni surga” ini. Apalagi tokohnya perempuan. Biasanya perempuan ngomongnya panjang-lebar dan sangat rinci, ‘kan?
@Iya sih Mas. Kemarin agak kesulitan merumuskan kronologi jejak Nyai Mas ini. Moga nanti bisa disusulkan dalam posting berikutnya.
Smart post, Mbak!
Aku suka!
Boleh dicopas puisinya?
Thanx ya!
@Halah, ini karena saking sayangnya atau apa ya, kok aku dipanggil Mbak? Salah ketik kali ya, tapi gpp-lah. Silakan dikopas karena aku pun cuma mengutipnya.
hallo pak postingan anda bagus2 smua ya
salut dehh 🙂
@Ah, bisa aja gery bikin aku ge-er.
berkunjung lagi pak,,,
bapak ini ternyata emang suka merendah yahh..
hehehhe
@Sering2 berkunjung malah yang diharapkan kok Falla. Soal merendah, emang udah karakter kali. Tapi memang rasanya apa yang kupunya gak ada yang layak dibangga-banggakan, sekadar untuk berbagi aja, itu pun kalau ada yang memerlukan. Pokoknya mah, aku ini memang orang awam kok Falla. Mending kita bicara soal bola aja ya. Aku turut sedih Milan kalah ma Inter walaupun aku sendiri pendukung Inter. Jadi dalam hal ini kita “musuhan” ya..ha ha ha.
no koment, karena tak cukup untuk memberi aplaus dengena sekedra memuji. Salute for Amva, aku ngiri padamu….
@Temui aja bos, wawancarai, kan Subang ma Cirebon deket.
Saya sAngat kagum dengan sosok ibu MasriYah..dan saYa juga bersYukur karna saya alumni jambu putri…sebagai murid yang pernah nyantri dan sebagai perempuan saya banyak belajar dr beliau…tetap SEMANGAT BUNDA KU TERCINTA…
Thak’s P…..
Artikelmya menginspirasi banget…… semoga banyak diantara kita – kita yang perempuan u/ lebih dan lebih lagi termotivasi … Pak saya ingin lbh menenal beliau gimana caranya..
@Aku sendiri hanya sempat bertemu pada satu momen saja sebelum bikin postingan ini dan tidak punya nomor kontak/e-mail beliau. Tapi, aku rasa, kalau fitri mau main ke pesantrennya di Cirebon, beliau akan menerimanya dengan senang hati.
sungguh aku tak bisa berkata apa-apa lagi setelah aku membaca puisi2 yang ibu tulis.benar2 sangat menyentuh hati
Saya baru membaca (sebagian isi) buku BANGKIT DARI TERPURUK buah karya ibu Masriyah Amva (terbitan Kompas), bergantian dengan istri. Ternyata memang sangat bagus. Puitis, menyentuh dan juga “telanjang”.
Namun, di bagian awal penulis sudah menggarisbawahi bahwa beliau memohon maaf jika ada yang tersinggung dengan “penuturan” di dalam buku tersebut.
Salut buat ibu Masriyah Amva. Semoga semakin produktif dan memberikan pencerahan kepada pembacanya serta memberi warna baru bagi sastra Indonesia. Amin.
@Ya, amin. Saya juga sempat membuka-buka buku itu Mas dan sedikit menuliskan resensinya meski tidak sempat diposting di sini. Terima kasih dah mampir. Mudah-mudahan saya juga bisa singgah ke tempat Mas.
Terima kasih atas tulisan ini. Saya juga sedang mencoba menulis tentang wanita luar biasa ini.
Assalamu’alaikum…
Mass…
Perkenalkan…
Saya yusuf dari kuningan…
Saya butuh screenshot buku ‘ketika aku gila cinta’ karya Hj.Masriyah Amva…
Apa mas punya..??
Waalaikumsalam. Wah, kebetulan nggak punya. Terima kasih dah mampir.
Permisi, adakah alamat email Ibu Marsiyah Amva? Saya kagum tulisan beliau.
Bisa jadi ada, tapi saya tak tahu. Kebetulan temen sebelah yang tetangga beliau juga gak tahu emailnya. Makasih dah mampir.
aku brsykur bgd bisa berbincang2 langsung dan berfto breng nyai amva. tadi beliau bru saja bedah buku dan beliau bercrita panjg lebar tntang kisahnya. beliau penulis bjwa pesantren. karya2nya sampai sekarang masih bisa dinikmati pembaca tanah air ini.
Ada yang bisa di bantu kebetulan saya deket dg beliau ,,,
Terkadang di titik keputus asaan selalu ada harapan
Public Speaking Semarang