you're reading...
Awamologi

Kehilangan Orang Baik (Sekelumit Kenangan atas Prof. Sjafri)

Ketika satu orang baik meninggal, dunia pun muram dibuatnya. Kala si durjana meninggal, dunia pun lega. Namun, bagi orang-orang terdekat, kematian siapa pun tetaplah meninggalkan kesedihan mendalam.

Masalahnya, kematian adalah keniscayaan bagi semua makhluk hidup. Hakikatnya, setiap kita tinggal tunggu waktunya. Maka, setiap kematian mestilah menjadi pengingat setiap diri ini untuk selalu bersiap-siap. Termasuk bersiap-siap, bagi yang ditinggalkan, untuk mengelola kesedihan agar tidak berlarut-larut.

Ah, itu kan omongan orang yang masih hidup, orang yang belum merasakan kehilangan orang-orang terdekat.

Iya, sih. Tapi, kan kita akan jadi rugi dua kali atau mungkin berkali-kali bila sekadar larut dalam kesedihan, apalagi bila dibarengi ketidakikhlasan, atas meninggalnya orang-orang yang kita kasihi. Maka, izinkan untuk kesekian kalinya saya yang awam mengapresiasi salah satu pelajaran penting ini: kematian. Kali ini atas kepergian orang baik bernama Prof. Dr. Ir. Tb. Sjafri Mangkuprawira, dosen Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen Universitas Pertanian Bogor (FEM-IPB).

Maaf, sejauh ini, saya baru sempat menyampaikan sepenggal ucapan belasungkawa. Itu pun sebatas di Facebook, begini: “Selamat jalan, Prof. Semoga sukses selalu berkat kebaikan yang kau tinggalkan pada kami dan sesama di dunia ini.” Ucapan itu mendapat satu “like” dari Mataharitimoer Mt yang lalu menuliskan komentar : ”( aku masih ingat saat kang Awam Bahtiar datang awalan ke kopdar mancing. Beliau bercanda bilang ke saya, “Preman itu yg jagain pemancingan saya!” *sedih*

Kalau tak salah, momen di kopdar mancing anak-anak Blogor (kumpulan bloger Bogor) itu merupakan pertemuan perdana saya dengan Pak Sjafri. Kala itu, saya memang pagi-pagi sekali langsung dari kantor meluncur ke Bogor selepas kerja malem lantaran takut telat, gara-gara ketiduran sehabis begadang, ke acara kopdar. Alhamdulillah sampai ke TKP paling awal, sang empunya kolam pemancingan, Pak Sjafri, pun belum datang. Maka berebahanlah saya di tikar dan alas karpet yang dibentangkan di sana sendirian. Beberapa menit sempat terlelap dengan muka berewok dan rambut panjang yang diikat, datanglah MT dan Pak Sjafri dengan bekal candaan itu.

Saya dan MT yang kala itu ketua Blogor memang seumuran, tapi dengan Pak Sjafri ya jelas beda jauh. Dalam usia, kami lebih pas jadi anak-anaknya. Namun, dalam kecekatan candaan dan transfer keceriaan komunikasi, Pak Sjafri selangkah lebih maju. Dengan sarana itu, selama perjamuan hingga siang hari yang hanya terasa sekejap, kebaikan Pak Sjafri yang terasa natural dari dalam diri mengalir deras. Beliau menyervis kami begitu rupa dengan memberi bonus kelapa muda dan membagi rata hasil pancingan. Namun, yang lebih berharga tentu saja kata-kata bernas dan petuah-petuah beliau yang menyejukkan. Salah satu yang beliau sampaikan dalam momen penutupan adalah pentingnya mempererat silaturahmi lantaran silaturahmi menjadi salah satu resep yang dapat menyukseskan dan memperkaya kita, bukan melulu dalam ukuran materi tentu saja.

Momen kedua bersua langsung dengan Pak Sjafri terjadi ketika beliau mengundang kami anak-anak Blogor ke acara makan-makan yang diisi dengan pemaparan dari Pak Riri Satria yang kala itu merupakan mahasiswa program doktoral Institut Pertanian Bogor bidang manajemen bisnis. Pak Riri menyampaikan pengetahuan seputar dunia internet yang powerfull untuk memasarkan diri, sesuai dengan topik penelitiannya: media sosial dan kinerja bisnis. Selepas itu, makan besar pun dihadirkan. Kali ini Pak Sjafri lebih total servis meski ada juga rekan bloger, Kang Chandra Iman, yang turut menghadirkan produk sate lengkap dengan pembuat dan gerobak satenya.

Pertemuan di rumah Pak Sjafri (gambar diambil via blog Pak Riri).

Pertemuan di rumah Pak Sjafri (gambar diambil via blog Pak Riri).

Kala itu Pak Sjafri memang tidak bisa lama menemani kami lantaran mesti menghadiri acara di kampusnya. Namun kesediaan beliau menjamu kami dengan berbagai rupa hidangan yang banyak membuat kami seperti dimanja dengan kebaikan dan keikhlasan beliau. Kala itu saya datang bersama istri, dia pun merasakan hal serupa dari sosok Pak Sjafri.

Memang, rasanya baru dua kali itu saja saya bertemu langsung dengan beliau. Selebihnya hanya bertukar sapa lewat milis Blogor, saling kunjung dan berbagi komentar via blog. Meski baru satu atau dua kali blog saya dikunjungi dan dihadiahi komentar beliau, rasanya itu begitu berharga lantaran terlahir dari ketulusan beliau.

Satu komentar yang beliau tinggalkan di blog saya adalah yang sepenggal ini, mengomentari postinganku yang di dalamnya menyinggung sosok Roger Garaudy.

“….pengetahuan saya sedikit tentang Garaudy…orang Perancis yang pernah menjadi komunis yang mencoba mendamaikan Marxisme dengan agama Katolik pada 1970-an…kemudian meninggalkan kedua doktrin itu… dan masuk Islam pada 1982, dengan nama Ragaa (wikipedia)….saya belum membaca 20 lebih karya bukunya…misalnya tentang Islam and integrism….dan Apakah kita memerlukan Tuhan?…kalau ada bukunya akan saya gunakan untuk mengajar Falsafah Sains pada program doktor di IPB….”

Tentu saja saya sangat bahagia dengan sapaan Pak Sjafri itu. Saya pun membalas, “@Wah, terima kasih sangat Pak Sjafri atas suport ilmunya. Walau sebatas komentar sekilas, insya Allah akan dalam-membekas. Saya amat mendukung Pak Sjafri untuk segera menyerap buku-buku Garaudy dan membagikannya kepada para mahasiswa dan kami (Blogor).”

Demikianlah, manusia pergi meninggalkan dunia fana ini memang mewariskan nama (karya, amal) dan Pak Sjafri mewariskan nama baik kepada kami dan sesama. Selamat jalan, Prof. Semoga sukses selalu berkat kebaikanmu itu. Mudah-mudahan pula kami dapat meneladaninya dan mewujudkannya bagi sesama.

About Bahtiar Baihaqi

Sekadar ingin berbagi, dari orang awam, untuk sesamanya, orang awam pula dan mereka yang prokeawaman.

Diskusi

8 respons untuk ‘Kehilangan Orang Baik (Sekelumit Kenangan atas Prof. Sjafri)

  1. Sudah jalan dua minggu semenjak kepergian beliau tetapi masih saja belum 100% percaya bila beliau sudah tak ada. 😥

    Salam persahablogan,
    @wkf2010

    Posted by wongkamfung | Februari 17, 2013, 10:08 pm
  2. kita merasa kehilangan … beliau adalah sosok yang istimewa ..

    Posted by RIRI SATRIA | Februari 18, 2013, 11:01 pm
  3. Gajah mati meninggalkan gading, Manusia mati meninggalkan nama. Nama baik dan harum akan selamanya harum di masyarakat yah.

    Posted by Tenda | Juli 14, 2013, 6:34 pm
  4. Masih dalam suasana berduka, ._.

    Posted by Miftahgeek | November 1, 2013, 5:15 am

Trackbacks/Pingbacks

  1. Ping-balik: Bapak Sudah Tidak Bersama Kami Lagi | blogor.org - Februari 17, 2013

  2. Ping-balik: SELAMAT JALAN PROF. SJAFRI MANGKUPRAWIRA « Blog Riri Satria - Februari 18, 2013

Tinggalkan komentar