you're reading...
NII KW9

Menag Gegabah soal NII

Dengan “hanya” berbekal sebuah kunjungan singkat (Rabu, 11 Mei 2011) ke Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Zaytun, Indramayu, Jawa Barat, Menteri Agama (Menag) langsung memberikan pernyataan bahwa Ponpes Al-Zaytun tidak terkait sama sekali dengan “organisasi” Negara Islam Indonesia (NII).

Memang, pada akhirnya, Menag menyebutkan juga hasil penelitian dari Kementerian Agama (Kemenag, dulu Departemen Agama) untuk memperkuat pendapatnya itu. Namun, dia tidak dengan jelas memerinci seluk-beluk penelitian itu, termasuk kapan hal itu dilakukan. Dia justru lebih banyak mengumbar pendapat berdasarkan hasil kunjungan sebagaimana dilaporkan koran SINDO (Kamis, 12/5).

Menurut Menag, setelah meninjau langsung aktivitas di lembaga pendidikan tersebut, pihaknya tidak melihat ada tanda-tanda keterlibatan Al-Zaytun dengan NII yang disebutnya sebagai organisasi radikal. Hal itu terlihat dari gedung dan musik yang ditampilkan sangat modern. Organisasi radikal, kata Menag, cenderung menolak sesuatu yang modern.

Mantan Menteri UKM dan Koperasi itu mengaku sulit mengaitkan Al-Zaytun dengan Islam radikal. Bahkan, dirinya sempat diminta menjadi imam dalam salat. “Hasil penelitian Kemenag menyatakan tidak ada kaitan antara Al-Zaytun dengan NII, tidak ada kesimpulan antara Al-Zaytun dengan radikalisme,” tegasnya.

Mengenai struktur organisasi Al-Zaytun yang mengikuti struktur pemerintahan, Suryadharma mengaku tidak terlalu merisaukan hal itu, yang antara lain dalam struktur organisasi di Al-Zaytun ada presiden dan menteri. “Di partai politik juga ada yang namanya susunan seperti itu,” ujarnya.
Kesimpulan Menag jelas berbeda dengan pendapat Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang didasarkan atas hasil penelitian mereka pada 2002. MUI melihat setidaknya ada tiga kaitan antara Al-Zaytun dengan NII, tepatnya NII Komandemen Wilayah IX (KW9), yaitu kaitan secara historis, finansial, dan kepemimpinan yang memusat pada sosok pemimpin mereka, AS Panji Gumilang alias Abu Toto. Hingga terjadi heboh kasus-kasus NII akhir-akhir ini pun pendapat MUI tetap tidak berubah. Hal itu sebagaimana ditegaskan H. Amidhan maupun Ma’ruf Amin yang sama-sama Ketua MUI.

Dalam sebuah diskusi yang diselenggarakan Jakarta Lawyer’s Club (JLC) dan disiarkan TV01 (Rabu, 4 Mei 2011), Amidhan menegaskan kesimpulan MUI itu. Dia yang tampak mendapatkan “serangan” dari audiens para korban NII KW9, mantan anggota, dan mereka yang concern meneliti dan merehabilitasi para korban NII KW9 (perihal mengapa tidak segera memfatwakan “kesesatan dan keharaman” NII KW9) menegaskan bahwa MUI telah menyampaikan hasil penelitiannya itu ke pihak berwenang (pemerintah/kepolisian), tetapi memang tidak memberikan fatwa atas NII KW9 lantaran tidak adanya unsur yang memenuhi syarat untuk difatwakan meski telah ditemukan adanya penyimpangan-penyimpangan dari ajaran Islam di dalamnya.

Adapun menurut Ma’ruf Amin, sebagaimana diwartakan SINDO (Kamis, 12/5), Panji Gumilang sebagai pemimpin Al-Zaytun memiliki hubungan dengan gerakan NII KW9. Sebagaimana telah disebutkan, hal itu berdasarkan pada hasil penelitian MUI pada 2002. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa ditemukan indikasi kuat adanya hubungan antara Al-Zaytun dengan gerakan NII KW9. Hubungan tersebut bersifat historis, finansial, dan kepemimpinan.

“Kami tegaskan, ada indikasi kuat keterkaitan Al-Zaytun dengan NII KW9,” ucap Ma’ruf saat jumpa pers di Kantor MUI, Jakarta, kemarin (Rabu, 11/5). Menurut dia, secara historis, berdirinya Al-Zaytun memiliki hubungan dengan NII KW9. Untuk hubungan finansial, Ma’ruf menjelaskan, ditemukan aliran dana dari anggota dan aparat teritorial NII KW9 sebagai sumber dana berdiri dan berkembangnya Al-Zaytun.

Begitu juga dalam hal kepemimpinan, terdapat kaitan antara kepemimpinan di lembaga pendidikan Al-Zaytun dengan kepemimpinan di NII KW9, terutama pada sosok Panji Gumilang sebagai pengurus yayasan.

Ma’ruf juga mengungkapkan, terdapat penyimpangan paham dan ajaran Islam yang dipraktikkan NII KW9. Penyimpangan tersebut terdapat dalam hal mobilisasi dana yang mengatasnamakan Islam yang diselewengkan, penafsiran ayat-ayat Alquran yang menyimpang, dan pengafiran kelompok di luar organisasinya. Bahkan, ditemukan adanya indikasi penyimpangan pada zakat fitrah dan kurban yang diterapkan pimpinan Al-Zaytun.

Menurut dia, persoalan Al-Zaytun sebenarnya terletak pada aspek kepemimpinan, yakni kontroversi keterkaitan dengan NII KW9 yang melibatkan Panji Gumilang dan sejumlah pengurus yayasan. “Ada indikasi kuat keterkaitan sebagian koordinator wilayah yang bertugas sebagai tempat rekrutmen santri Al-Zaytun dengan gerakan NII KW9,” tandasnya.

Fakta-Fakta Hukum NII-Al-Zaytun

Bagi masyarakat, apalagi bagi para korban NII KW9, pendapat-pendapat para pejabat pemerintah, juga politisi dan figur publik, hendaknya disampaikan berdasarkan data-data yang akurat tanpa disusupi unsur politis atau interes pribadi sehingga tidak terdengar gegabah, “tidak nyambung”, dan malah memperkeruh masalah sebagaimana ungkapan Menag.

Apalagi mereka tidak berada pada posisi sebagai legal standing yang berhak melaporkan data-data perihal NII dan Al-Zaytun ke kepolisian sehingga bisa diproses secara hukum dan dapat menjadi fakta-fakta hukum di pengadilan. Memang, paling tidak, dengan “pengetahuan” soal NII, mereka dapat bertindak sebagai saksi dalam pengadilan, tetapi hal itu tentu memerlukan syarat-syarat lebih lanjut. Tidak “asal tahu”. Apalagi bila kapasitas mereka sekadar sebagai orang yang pernah “jalan-jalan” di Al-Zaytun, padahal ponpes atau lembaga pendidikan (ma’had) ini dapat saja dijadikan tameng atau kedok untuk menutupi “gerakan bawah tanah” dari “organisasi” NII (KW9).

Paling tidak, pengakuan mantan Menteri Peningkatan Produksi NII (KW9) Imam Supriyanto atas hal itu dapat dijadikan sebagai fakta hukum. Dalam diskusi JLC sebagaimana telah disebut di atas, Imam mengatakan ketika para pejabat Pemerintah Republik Indonesia (RI) datang, mereka disambut dengan warna kebangsaan Negara Kesatuan RI (NKRI), tetapi begitu mereka pulang, Al-Zaytun kembali beridentitas sebagai NII. Begitu pula soal keterkaitan antara Panji Gumilang sebagai pemimpin Al-Zaytun dengan NII KW9. Bahkan Imam esok harinya, sesuai dengan rencana yang diungkapkan pengacaranya pada saat diskusi itu, melaporkan Panji Gumilang atas keterkaitannya dengan NII KW9 serta tindakannya memecat Imam secara sepihak dari Yayasan Al-Zaytun dan kelakuannya yang menyimpang dari garis yayasan dan NII.

Sebelum pengacara Imam menyatakan rencananya untuk melaporkan Panji itu, seorang pengacara peserta diskusi pun berpendapat bahwa pengakuan Imam sudah merupakan bukti adanya NII KW9 yang berkaitan dengan Al-Zaytun. Ada lagi pendapat pengacara kondang O.C. Kaligis yang menyatakan bahwa 100 kesaksian acak dari para korban NII KW9 dapat diajukan sebagai bukti hukum untuk memerkarakan Panji Gumilang dengan NII KW9-nya.

Pendapat Kaligis itu merespons data dari Umar Abduh dari Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam (LPPI) yang meneliti aliran-aliran sesat bahwa dia pernah membawa 100 saksi korban NII KW9 ke kepolisian. Abduh yang merupakan eks kasus Woyla itu termasuk peserta diskusi JLC di atas dan penulis buku soal NII KW9. Selain Abduh, dalam diskusi itu hadir pula Taufik Hidayat selaku Koordinator Solidaritas Umat Islam untuk Korban Aliran Sesat (SIKAT) yang concern pada penanganan korban NII dan Imam Salahudin, mantan Camat NII KW9 Wilayah Bekasi. Mereka dan para korban NII KW9 yang hadir memberikan pengakuan soal keberadaan NII KW9 dengan Al-Zaytun-nya yang telah memakan ribuan korban.

Sayangnya, A.M. Hendropriyono selaku eks Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) yang juga hadir dalam diskusi tidak secara jelas mengapresiasi adanya data-data seputar NII KW9 itu. Ia sebatas mengakui pernah menerima dan membaca laporan penelitian Umar Abduh soal keterlibatan Panji Gumilang dan Al-Zaytun-nya dengan NII KW9. Namun, ketika ia menghadap Presiden Megawati kala itu dan ditanya atas perihal Panji dan NII, ia mengatakan “tidak ada masalah” lantaran sejauh pengamatannya tidak ada kaitan antara Al-Zaytun dengan NII (KW9) sehingga ia pernah menyebut pihak-pihak yang mengait-ngaitkan Al-Zaytun dengan NII sebagai setan (termasuk Abduh yang juga mengakui pernyataan Hendro itu). Kala itu, pemerintahan Mega pun memutuskan untuk tetap “bersahabat” dengan Panji (Al-Zaytun) yang dalam ungkapan Hendro dikatakan “ya lebih baik berteman dengan mantan penjahat (Panji) daripada dengan mantan kiai”.

Selebihnya, dalam diskusi itu, Hendro lebih banyak bicara soal penguatan intelijen melalui keberadaan undang-undang dan menyebutkan bahwa adanya kasus-kasus NII yang memakan banyak korban dan terkesan tidak mendapatkan penanganan pemerintah itu buah dari dihapusnya kodim dan korem yang memang bertugas menangani soal-soal teritorial demikian.

Dengan menimbang pemaparan Hendro tersebut, tampak jelas bahwa pendapat Menag Suryadharma Ali soal tidak adanya kaitan antara Al-Zaytun dengan NII jauh lebih buruk daripada kesimpulan Hendro. Padahal, sebelumnya, dia pernah menyebut bahwa NII itu “organisasi bawah tanah” sehingga sulit (tidak bisa) untuk dibubarkan. Jadi, sekarang, ketika dia hanya mendasarkan pendapatnya sebatas penglihatan pada Ponpes Al-Zaytun yang “berada di atas tanah”, jelas saja sangat gegabah dan lebih mengherankan dibandingkan dengan kesimpulan senada dari Hendropriyono. Sebuah keheranan yang juga diungkapkan Umar Abduh atas sikap Hendro. Ia bilang “sangat heran bahwa orang secerdas Pak Hendro yang eks Kepala BIN itu tidak tahu adanya keterkaitan antara Panji/Al-Zaytun dengan NII (KW9)”.

Padahal, keterkaitan itulah inti masalah yang harus dipecahkan pemerintah hingga tuntas di pengadilan. Bukan malah sibuk menyeret-nyeret soal Al-Zaytun dan NII KW9 ini ke wilayah-wilayah politis dan membantah-bantah soal keterkaitan politis itu semisal adanya keterlibatan partai ini itu, politikus ini itu dengan Al-Zaytun dan atau NII KW9. Adapun inti masalah malah dikaburkan dan tak kunjung diadili. Jika terus demikian, bisa-bisa negara ini (NKRI) “kualat” kepada rakyat.

About Bahtiar Baihaqi

Sekadar ingin berbagi, dari orang awam, untuk sesamanya, orang awam pula dan mereka yang prokeawaman.

Diskusi

6 respons untuk ‘Menag Gegabah soal NII

  1. Pak Mentri menebar simpati
    agar partainya dapat tambahan suara pemilu nanti

    🙂

    Posted by Rifai | Mei 12, 2011, 10:25 pm
  2. saya sendiri masih bingung soal al-zaytun, tapi yang jelas adanya kasus cuci otak ini sudah membuat masyarakat resah, pemerintah harus segera mengambil tindakan yang tepat

    Posted by asudomo | Mei 13, 2011, 7:54 am
  3. bingung juga, padahal tahun 2001 lalu masalah ini sudah dibahas habis oleh dua majalah islam terbesar di tanah air, kok baru skrg yah ribut, jadi dulu pada kemana?

    Posted by Martha Andival | Mei 15, 2011, 6:30 pm
  4. zaman sekarang
    kalau apa harus ada
    sogokan’a pak…
    haha..
    dasar orang” matre..:D

    Posted by Nuraeni | Agustus 23, 2011, 9:48 am
  5. Mengenai NII itu benar adanya dan mengenai cuci otak juga itu benar, karena saya pernah mendapat cerita langsung dari teman saya yang kakaknya pernah terkena jaringan NII. Bahkan mirisnya sampe sekarang kakak dari teman saya itu masih terganggu kejiwaannya akibat dari pencucian otak tsb. Sindikat dari NII ini mencari orang-orang untuk diajak bergabung untuk membangun negara yang berbasis islam atau NII dan biasanya target mereka adalah anak-anak muda khususnya mahasiswa yang pintar organisasi dan lain sebagainya intinya pintar ngomong, selanjutnya jika mereka telah menemukan korban biasanya si korban di ajak untuk berdiskusi mengenai Indonesia (bisa masalah perekonomian dan lain sebagainya). Lalu setelah korban tertarik mereka mencoba memasukkan ideologi baru ke si korban sampai ideologi si korban yang lama terganti, setelah korban terperangkap lalu korban di tawarin untuk berpindah negara dalam arti bukan pindah kewarganegaraan tapi berpindah ideologi, pemikiran dan lain sebagainya ke negara yang baru tersebut yang mereka sebut sebagai negara yang berasaskan islam, setela korban menyetujui hal tersebut maka korban akan di ajak ke suatu tempat untuk di bai’at(dikukuhkan) namun dengan syarat mereka harus membayar sejumlah uang untuk membayar zakat mereka yang katanya uang tersebut untuk membersihkan jiwa dan raga si korban sebelum masuk ke negara baru tsb.
    Setelah resmi masuk ke dalam golongan mereka, maka si korban harus bersedia menyerahkan semuanya untuk kepentingan negara tersebut baik itu materi, waktu dan lain sebagainya.Secara tidak langsung korban-korban pencucian otak ini akan jauh dari keluarga dan teman-temannya hingga akhirnya dia menghilang.

    Untuk itu, mulai sekarang waspadalah dengan orang-orang yang baru kita kenal kemudian mengajak kita ke hal-hal yang berbau agama.
    Jaga diri dan keluarga kita dari perbuatan munkar.

    Sebelumnya mohon maaf jika ada salah-salah kata.
    Terima kasih.

    Posted by ayam coet | September 28, 2011, 11:59 am

Tinggalkan Balasan ke ayam coet Batalkan balasan