you're reading...
Calon Penghuni Surga

Semangat Kepedulian tanpa Erosi dari Bidan Eros

dukungendongbayi

Eros Rosita namanya. Jika pada akhirnya ia meraih Danamon Award 2008 kategori individu untuk ketekunannya memberikan pelayanan sosial kepada ibu-ibu dan bayi di tanah Baduy, itu sekadar bukti bahwa kepeduliannya kepada sesama memang nyata.
Profesi resmi Eros atau Rosita memang bidan. Karena itu, bisa jadi kita menganggapnya biasa saja bahwa ia lalu memberikan pengabdian terhadap warga Baduy dalam hal kesehatan. Masih terasa biasa pula barangkali saat bidan Rosita mengajak warga Baduy di Desa Kanekes untuk sadar kesehatan, mengurangi angka kematian bayi secara drastis saat mereka melahirkan, dan membina warga Baduy sebagai kader kesehatan.

Eros Rosita, Bidan di Hati Suku Baduy
bidaneros

Namun, cobalah kita perhatikan hal-hal berikut ini. Desa Kanekes yang terdiri atas dua bagian besar, Baduy Luar dan Baduy Dalam, merupakan masyarakat ulayat yang masih keukeuh mempertahankan keaslian adat-istiadat. Sebuah tradisi yang sulit ditembus. Jadi, tak mudah menawarkan “program kesehatan modern” kepada mereka. Mereka tak akan minta pertolongan tenaga kesehatan kecuali untuk kasus gawat darurat. Paraji (dukun beranak) masih berperan penting dalam menolong persalinan. Karena itu, paraji pun lalu dibina untuk asuhan persalinan normal sederhana. Memang, jangankan untuk hal-hal yang teknis seperti itu. Semula bahkan warga Baduy Dalam menolak untuk sekadar diimunisasi, apalagi jika mereka diharapkan sadar sendiri meminta obat atau susu, ya pasti tak mau. Alhamdulillah, lewat pendekatan bertahap, mengenalkan konsep kesehatan dengan tetap menghormati tradisi, masyarakat Baduy Dalam mulai terbuka dan memercayai petugas kesehatan.
Itu baru tantangan tradisi. Tantangan fisik pun tak kalah seru. Pasalnya, sebagian besar Desa Kanekes yang luasnya 5.100 hektare itu masih berupa hutan. Sementara adat masyarakat setempat mengharamkan penggunaan kendaraan bermotor maupun hewan berkaki empat. Mau tak mau perjalanan untuk melakukan pelayanan kesehatan dilakukan dengan berjalan kaki sambil mengangkut peralatan medis, obat, dan makanan tambahan bagi anak balita.

“Awalnya saya nangis pas harus naik turun bukit, padahal waktu itu saya lagi hamil anak pertama,” ujar Rosita mengenang saat pertama kali ia menginjakkan kakinya di tanah berbukit itu, sebagaimana ia tuturkan kepada Jurnal Nasional (1 Februari 2007).

Memang sebuah medan penuh tantangan. Bayangkan saja, untuk bisa sampai ke Desa Kanekes yang berada di dalam hutan lindung itu, dia harus berjalan selama 1,5 jam.

Rupanya, tantangan tradisi dan fisik itu mesti dihadapi dengan kekuatan “tradisi” alias pembiasaan diri dan fisik pula yang disokong dengan tekad yang kuat. Awalnya, untuk memasuki desa yang mengharuskan penduduknya berpakaian hitam-hitam ini, Ros memang diajak ayahnya yang kebetulan juru suntik khusus masyarakat Baduy, baik Baduy Luar maupun Baduy Dalam. Itulah kali pertama dia menitikkan air mata ketika menyadari bahwa gelar bidannya diperoleh dari kekuatan kaki ayahnya menapaki bukit-bukit terjal itu.

Ketika itu, reaksi masyarakat Baduy yang sangat tertutup sempat membuat dirinya tidak percaya bahwa dia akan diterima dengan baik seperti mereka menerima ayahnya. “Setiap kali saya datang, ibu-ibunya langsung ngumpet. Ngeliat saya kayak ngeliat setan,” ucapnya sembari tertawa.

Syukurlah, perjuangannya yang dimulai tahun 1997 itu pun membuahkanibugendongbayi hasil meskipun kadang-kadang posyandu harus dipindahkan ke ladang tempat masyarakat Baduy banyak menghabiskan waktu di siang hari. Dia pun mesti dengan sigap menjemput seorang ibu hamil yang tengah pergi ke kali mencuci pakaian. “Harus dikejar. Kalau nggak, besok-besok dia jadi males,” katanya penuh antusias sebagaimana ditulis Jurnal Nasional.

Untuk menumbuhkan rasa percaya masyarakat yang menganut kepercayaan Sunda Wiwitan itu, Ros harus selalu dapat membuktikan bahwa obat ataupun makanan yang diberikan kepada mereka memang berkhasiat bagi kesehatan mereka. Tapi pernah satu kali salah seorang pasiennya meninggal seusai diikutsertakan dalam penelitian bersama dokter-dokter dari Rumah Sakit Harapan Kita. Keluarga pasien tersebut mengira pemeriksaan yang menggunakan elektrokardiogram itu adalah penyetruman yang mengakibatkan kematian.

komputerpersalinan
“Waktu itu keluarganya minta tebusan enam juta, saya panik. Tapi Dr. Idris Idham (Ketua Tim Penelitian) membantu saya. Bahkan mendoakan agar anak dalam kandungan saya waktu itu nantinya jadi dokter,” cerita Ros. Pengalaman inilah yang kemudian membuat dirinya terus berdoa agar anak-anaknya kelak juga dapat menyembuhkan masyarakat Baduy dengan pemeriksaan yang lebih teliti.

Demikianlah sekelumit kisah penuh semangat dari bidan Eros Rosita yang aku kutip dari berbagai sumber. Selain yang sudah disebut (Jurnal Nasional via http://flyingsolighttothesky.blogspot.com/2007/02/eros-rosita-bidan-di-hati-suku-baduy.html –termasuk gambarnya aku ambil dari blog ini), aku juga memadukan data-data dari KCM Kompas (15 Maret 2007) dan situs online Bisnis Indonesia (14 Agustus 2008) .
Kalau boleh mengusulkan calon unggulan untuk masuk surga, aku usulkan bidan kita yang satu ini tanpa menafikan nama-nama lain yang mungkin tak terdata. Beberapa bagian kisahnya, terutama saat dia mengandung itu, mengingatkanku pada kisah di zaman Nabi SAW tentang sayyidah yang kerap disapa Rasul dengan panggilan Rumaisha. Ia adalah Ummu Sulaim binti Mulhan, salah seorang yang dijamin masuk surga (sebagaimana disebutkan dalam sabda Nabi) yang aku baca di buku 30 Orang yang Dijamin Masuk Surga karya Dr. Mushthafa Murad (terjemahan dari Penerbit Cendekia Jakarta, 2004). Salah satu momen hidupnya memang, ia pernah turut dalam Perang Hunain bersama Rasulullah. Ia membawa pisau besar yang ia ikatkan di tengah perutnya, padahal saat itu ia tengah mengandung Abdullah bin Abi Thalhah.

Akhirnya, selamat Hari Ibu, mumpung baru dua hari berlalu. Gapailah surga di bawah telapak kakinya, jangan jadikan dia (ibu) berada di bawah telapak kakimu. Itu namanya kurang ajar.

About Bahtiar Baihaqi

Sekadar ingin berbagi, dari orang awam, untuk sesamanya, orang awam pula dan mereka yang prokeawaman.

Diskusi

3 respons untuk ‘Semangat Kepedulian tanpa Erosi dari Bidan Eros

  1. Ibu adalah keajaiban perempuan, media kelahiran, pendidikan dan peradaban..!

    =>Betul banget. Cuma kita saja, para lelaki terutama, yang kerap mengabaikan atau melupakannya.

    Posted by Blog Cantik | Desember 24, 2008, 11:00 am
  2. Terus semangat ibu-ibu bidan, pantang menyerah!

    Bidan Kita

    @Iya nih. Moga pelayanan di tiap rumah sakit juga jadi makin baik klo tiap individunya baik2. Makasih dah mampir.

    Posted by Bidan Kita | Maret 30, 2009, 1:48 am
  3. as..salam kenal buk…mohon bantuan ilmunya y..

    @Salam kenal jg. Tp saya bapak2 lho. Soal ilmu, saya mah orang awam aja.

    Posted by wedani saputri | November 18, 2009, 9:15 am

Tinggalkan komentar