you're reading...
Awamologi

Muhasabah Terus? Wah, Payah!

Muhasabah memang perlu senantiasa dilakukan. Dari salat ke salat, dari hari ke hari saat mau melepas penat (istirahat di malam hari selepas beraktivitas), dan seterusnya. Dari evaluasi diri secara harian itu, kita bisa merekapitulasinya secara mingguan, bulanan, lalu tahunan. Nah, inilah momen untuk melakukan evaluasi menyeluruh secara tahunan itu, kala mengakhiri tahun Masehi dan mengawali tahun baru Hijriah.

Namun, inilah soalnya jika muhasabah itu mesti dilakukan untuk diriku sendiri. Idealnya kita bisa memerincinya secara jelas,  apakah program kerja kita telah terlaksana dengan baik, di mana plus minusnya? Lalu, apakah target kita telah tercapai?

Rupanya aku termasuk jenis orang yang susah bikin program kerja yang jelas, apalagi yang terperinci, dengan target yang pasti.  Bahkan, agaknya, menentukan tujuan  saja nggak bisa, suka bingung. Tapi, baiklah, aku coba menuliskannya saja di sini, seingatku, sebisanya.

Secara umum, aku ingin sukses secara materi (duniawi) maupun nonmateri (ukhrawi). Namun, hingga kini, terus terang kehidupan kami secara ekonomi dengan satu istri dan tiga anak masih terbilang susah. Sebagian mungkin terbilang “sudah nasib” karena kok aku selalu dapat tempat kerja yang bosnya cuma “bersedia” memberikan upah yang kecil.

Memang, aku tidak lantas putus asa, menyerah, untuk terus berusaha memperbaiki hidup dalam soal itu. Tapi, aku berusaha “pelan-pelan” saja, takut jadi stres. Terus terang, dari sisi materi ini aku tidak mampu bikin target-target dan program pencapaian yang terperinci dan jelas.

Lantas, aku berusaha menitikberatkan untuk memantapkan fondasi pada sisi nilai-nilai hidup sebagai pegangan. Aku berupaya merumuskannya dalam apa yang disebut sebagai “awamologi”. Di dalamnya aku tuliskan hal-hal yang penting untuk membentuk karakterku menjadi pribadi yang kuat, tegar, tahan banting, sabar, rendah hati, dan selalu peduli.

Targetku untuk soal perumusan awamologi itu adalah membuat sebuah buku panduan yang selain ditujukan bagi diri sendiri, juga dimaksudkan agar dapat dimanfaatkan oleh orang lain. Serbasedikit dan alakadarnya sudah kususun dalam bentuk semacam buku, tetapi masih gagal untuk diterbitkan. Target  penyusunan buku dan penerbitannya ini terus dipancangkan, tetapi hingga kini belum kesampaian.

Target minimalnya, aku dapat terus menuliskan gagasan yang berkaitan dengan awamologi itu di blog ini. Yang ini alhamdulillah hingga kini terwujud. Ini sekaligus dapat menjadi sarana pelipur lara, juga dapat menjadi pemacu untuk terus belajar.

Aku merasa untuk diriku sendiri, aku sudah cukup tangguh, kuat berpegang teguh pada nilai-nilai sehingga mampu menghadapi empasan badai. Namun kan hidup berkeluarga dan bermasyarakat tidak cukup hanya untuk diri sendiri. Ada anak-istri, mertua apalagi. Juga tetangga kanan-kiri. Rupanya orientasi nilai-nilai mereka tidak selalu dapat bersinergi. Di sini adanya kecenderungan pada orientasi nilai-nilai materi kerap berbenturan dengan kemampuanku untuk memenuhinya.  Ukuran-ukuran kecukupan materi di sini pun berbeda-beda. Nah, tantangannya adalah, sambil terus berupaya mencukupi pemenuhannya, aku juga mesti bisa menyamakan titik kompromi atas ukuran-ukuran itu.

Maka, impianku yang ingin kuwujudkan dalam hal ini pada 2011 M nanti dan pada 1432 H ini adalah membentuk jalinan masyarakat (keluarga-tetangga-sahabat-handai taulan dan sesama di mana saja) yang “ASYIK”. Di dalamnya, kita tidak menciptakan kecemburuan sosial dan beban-beban sosial yang terlalu bertumpu pada materi. Kita tidak menjadi kompetitor atau bahkan musuh bagi sesama, tetapi selalu dapat menjadi partner sinergi. Antartetangga dan sesama tidak saling menciptakan jurang menganga, gap atau kesenjangan. Sebaliknya kita memperbanyak jalan dan jembatan silaturahmi, saling membuka dan memberikan peluang serta pertolongan agar tiap orang memiliki peran dan kegunaan dengan tetap menjadi diri sendiri.

Misalnya, semua orang tidak harus menjadi pengusaha, politisi atau pegawai negeri. Mereka masing-masing bisa menjadi apa saja sesuai dengan usaha dan takdirnya, tetapi sama-sama punya kebanggaan yang setara, tidak perlu ada yang merasa merana. Aku misalnya nggak perlu harus punya mobil, cukup sepeda ontel, tetapi aktivitas dan komunikasi tetap bisa mobile lantaran tetangga dan teman-teman yang bermobil dengan mudah dan ikhlas memberikan tumpangan dan topangan. Begitu pula untuk properti dan hal-hal lain, kita tidak harus serupa, tetapi masing-masing merasa terpanggil untuk memberikan kemanfaatan maksimal bagi sesama.

Itulah gambaran umumnya dari muhasabah atas diriku. Moral utama dari tulisan ini adalah bahwa Tuhan menciptakan kita dalam fitrah ketergantungan satu sama lain. Kesuksesan kita tidak mungkin hanya buah dari kemampuan diri sendiri. Pastilah ada peran orang-orang lain di dalamnya. Maka, saling pedulilah kita untuk berbagi dan memberikan pertolongan bagi sesama. Dengan begitu, di rumah kita nanti tidak ada lagi yang berucap sinis, “Muhasabah terus? Mana hasilnya? Wah, payah!”

Artikel  ini diikutsertakan pada Kontes Unggulan Muhasabah Akhir Tahun di BlogCamp. Ini merupakan koreksi atas tulisan terdahulu yang isinya belum memenuhi syarat untuk masuk dalam kontes tersebut. Semoga yang ini berhasil. Amin.

 

About Bahtiar Baihaqi

Sekadar ingin berbagi, dari orang awam, untuk sesamanya, orang awam pula dan mereka yang prokeawaman.

Diskusi

15 respons untuk ‘Muhasabah Terus? Wah, Payah!

  1. Terima kasih atas partisipasi sahabat dalam K.U.M.A.T – Kontes Unggulan Muhasabah Akhir Tahun di BlogCamp.
    Akan dicatat sebagai peserta

    Salam hangat dari Markas Blogcamp di Surabaya

    @Justru saya yang mesti berterima kasih, Pak Abdul Cholik, karena telah diberi kesempatan untuk ikut serta, juga bermuhasabah. Semoga berkah. Amin.

    Posted by Shohibul KU.M.A.T | Desember 8, 2010, 5:32 am
  2. semangat Kang!
    skala prioritas dalam hidup terkadang belum bisa memenuhi keinginan setiap orang yang mengenal kita. Tapi selama kita selalu merujuk pada kacamata Allah, santai aja 😀

    @Terima kasih, Ocha atas suportnya.

    Posted by eneng ocha | Desember 8, 2010, 1:00 pm
  3. Muhasabah yang “ASYIK”, moga terjalin asah asih asuh diantara sesama

    Posted by Kopral Cepot | Desember 10, 2010, 11:09 am
  4. Nice post, semoga menang.

    @Amin. Terima kasih.

    Posted by Rumah Mungil Yang Sehat | Desember 10, 2010, 1:39 pm
  5. semoga sukses bang untuk kontes kali ini hehehe

    Posted by jejak annas | Desember 10, 2010, 10:11 pm
  6. Mampir mencatat artikel peserta KUMAT..
    Salam hangat selalu.

    Posted by Bang Iwan (Yuri KUMAT) | Desember 17, 2010, 3:13 pm
  7. Mas Awam, konsep Awamologi anda sangat menarik. Saya berharap sampeyan bersedia untuk memberikan seminar/presentasi di Masjid Agung Bogor, atau di Masjid Raya Yasmin. Kapan bisa? Sepertinya kita perlu ngobrol2 dulu off line. Aku tunggu responnya yah….?

    Posted by Akhmad Tefur | Desember 18, 2010, 9:18 am
  8. Assalamu alaikum,
    Numpang nengok jamaah… 🙂

    Posted by Jamaah Blog Sehat | Desember 22, 2010, 9:21 pm

Trackbacks/Pingbacks

  1. Ping-balik: Tweets that mention Muhasabah Terus? Wah, Payah! « Awamologi -- Topsy.com - Desember 8, 2010

Tinggalkan Balasan ke Kopral Cepot Batalkan balasan