you're reading...
Banyumasan, Curhat Awami

Menelusuri Kembali Kampung Halaman via Dunia Maya

blog-walking

Berjalan-jalan di dunia maya, blog-walking, googling, dll memang kerap menuntun kita pada hal-hal yang tak pernah kita perkirakan. Dari ketemu teman d

an komunitas baru sampai mendapatkan pengetahuan dan peluang-peluang baru untuk meneruskan hidup. Bisa juga sekadar mendapatkan inspirasi untuk mencari bahan-bahan bacaan tertentu dan menuliskannya sebagai postingan di blog.

Sejak berkenalan dengan teman-teman komunitas Bunderan Hotel Indonesia (BHI) yang merupakan wahana kumpul anak rantau Jawa di Jakarta yang masih lekat dengan alam kedaerahannya alias masih “ndeso”, lalu gabung dengan para blogger Bogor (Blogor) di milis lantaran tinggal di daerah Bogor, aku jadi terpancing untuk mengikatkan diri dengan teman-teman sedaerah asal, Banyumas dan sekitarnya, serta menelusuri kembali perihal daerah kampung halamanku itu.

Wah, ini menjadi semacam perjalanan mudik, baik dalam pengertian yang sebenarnya (harfiah) maupun dalam makna filosofis: “mudik” ke dalam diri hingga ke Diri (Sang Pencipta diri ini). Ah, betapa hamparan alam ciptaan Tuhan itu begitu indah. Tak usah jauh-jauh. Di kampung atau desaku sendiri saja pesona alam itu tak mungkin dapat kulukiskan “kedahsyatan keindahannya” satu per satu. Atau bisa jadi sebaliknya, alam ciptaan Tuhan itu begitu menjemukan lantaran ketidakmampuan diri ini menyerap keindahannya dan memungut makna darinya.

Aku jadi ingat sastrawan Ahmad Tohari. Kampung Pak Tohari, Desa Tinggarjaya, Kecamatan Jatilawang, bertetangga kecamatan dengan kampungku, Desa Tipar yang terletak di Kecamatan Rawalo, Banyumas. Dari arah Purwokerto ke Cilacap, tiga kecamatan ini berdampingan: Rawalo, Jatilawang, dan Wangon. Salah satu cerpen Pak Tohari, “Antara Wangon-Jatilawang” dalam kumpulan cerpennya, Senyum Karyamin, masih lekat dalam ingatanku. Dalam cerpen ini, sang tokoh aku diceritakan menjadi salah seorang yang mampu menerima kehadiran tokoh orang gila yang suka berjalan bolak-balik antara Jatilawang dan Wangon. Meski begitu, pada akhir cerita, tokoh aku terlewat tidak dapat memenuhi pesan atau keinginan si gila yang akhirnya meninggal dunia. Pada trilogi novel Ronggeng Dukuh Paruk karyanya yang terkenal itu, Tohari bahkan memukau dengan deskripsi latar sosial dan alam di daerah Banyumasan ini. Para kritikus sastra bahkan memuji kekuatan latar pada trilogi novel Tohari itu. Salah satunya Maman S. Mahayana yang menjadikan karya-karya sastra Tohari sebagai skripsi.

Lalu, apa hubungan semua itu dengan postingan soal mudik ke kampung halamanku ini? Tak lain agar teman-teman yang tidak mampu terbangkitkan minatnya pada pesona Banyumasan via tulisanku ini bisa punya pilihan untuk menikmatinya lewat penuturan Pak Tohari pada karya-karya sastranya itu.

Banyumas dan sekitarnya memang “terkenal” dengan dialek bahasa yang kerap disebut (dengan nada agak miring) sebagai “ngapak-ngapak” itu, yang lalu menjadi laku sebagai jualan dalam lawakan semisal oleh pelawak Parto Patrio. Namun, sebenarnya, dari sudut pandang sosial-budaya, daerah Banyumasan ini atau yang lebih luas mencakup wilayah di tiga eks karesidenan Kedu-Magelang-Banyumas (Dulangmas) memiliki keunggulan dan kebanggaan tersendiri. Romo Mangunwijaya almarhum dalam karya-karya fiksi maupun esainya yang berkenaan dengan daerah ini bahkan menyebutkan bahwa Dulangmas merupakan wilayah di Jawa yang tak sampai tunduk di bawah kekuasaan Kerajaan Mataram yang berpusat di Yogyakarta. Ia wilayah mandiri baik secara kultural maupun politis. Selain kekhasan bahasa tadi, Banyumas misalnya memiliki pula kultur kesenian semisal wayang atau karawitan yang khas juga. Dengan sedikit bernada “pembelaan”, Romo Mangun bahkan bilang bahwa dukun-dukun di daerah Dulangmas jauh lebih sakti daripada dukun-dukun Mataram dalam konteks zaman kerajaan dulu itu. Jadi, jangan berani-berani “mengejek” orang Banyumas ya, he he he.

Romo tadi itu sebenarnya sedang mendobrak kultur feodal Mataram. Sebaliknya, beliau dengan gigih membela pihak-pihak yang kerap dimarginalkan dalam berbagai hal. Semisal dari sisi ekonomi, sosial maupun budaya. Di dunia nyata, orang-orang miskin, marginal, dan kumuh di pinggiran Kali Code, Yogya, beliau berdayakan lewat karya arsitektural penataan kampung mereka secara sederhana, indah, dan sehat. Di dunia kata-kata, Romo juga membela kaum terpinggirkan. Wanita, misalnya, menjadi kaum yang intens dibela Romo dalam karya fiksi maupun esainya. Kalau dalam konteks Banyumas atau Dulangmas tadi, Romo membela bukan karena mereka marginal, tetapi lantaran mereka memiliki kemandirian, independensi sosial-kultural, dan ketidakfeodalan yang secara historis menjadi telah menjadi oposisi feodalisme Mataram.

Ups, sori, lebih baik kita beralih saja sebelum terjebak lebih jauh pada “duel” feodal-vs-antifeodal ini. Silakan para ahli sejarah, sosiolog, dan budayawan mengurus itu. Mending kita kembali pada soal mudik Banyumasan saja.

Ya, berkat internet, kerinduanku pada kampung halaman sedikit terobati. Aku masih bisa menyambangi berita, celoteh, dan wajah Banyumasan di www.ngapak.com. Dari komunitas maya di Jabotabek, aku juga mengenal nama-nama rekan yang ternyata sedaerah, Purwokerto/Banyumas, atau dari tetangga kabupaten semisal Cilacap. Ada nama Ipoel Bangsari dari komunitas BHI yang juga orang Cilacap. Ada juga Akhdian (Dian Ardiansyah) yang blognya di wordpress bertengger di peringkat atas terus. Ketua IT di komunitas Blogor itu ternyata juga berasal dari Cilacap. Dari sini aku menemukan ada komunitas blogger Cilacap dan dapat menyimak wajah Cilacap di Perseduluran Warga Cilacap.

Lewat dunia maya, dari Cilacap, aku mencoba menyusur ke arah Banyumas, Gombong hingga Kebumen. Aku juga coba melewati Purwokerto terus ke Purbalingga dan Banjarnegara. Lalu aku ganti start dari Tegal menuju Pemalang yang lalu bisa turun nyambung lagi ke Purbalingga. Di sini kita bisa meneruskan ke Banjarnegara hingga Wonosobo, Temanggung, Magelang atau ke arah Purwokerto, Banyumas, trus Kebumen. Di dunia maya, aku menemukan cerita yang dapat menghubungkan ini semua di Traju (Bumijawa Tegal)-Krakal (Kebumen). Aku juga menemukan blog-blog alumnus Fabio Unsoed (Fakultas Biologi, Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto), yaitu Mas Isroi dan Sunarnosahlan.

Di Traju-Krakal banyak cerita wisata yang menarik yang silakan bisa disimak sendiri di sana. Di blogku ini, aku ingin mengakhiri cerita mudik ini dengan cerita wisata di daerah “intiku” saja yang mencakup tiga kabupaten ini: Cilacap, Banyumas, Purbalingga. Salah satunya aku cuplik dari blognya Mas Isroi, dilengkapi dengan topik sejenis di blog lain, termasuk dari Traju-Krakal.

Ceritanya, dalam sebuah perjalanan reuni di Fabio Unsoed, Mas Roi dan dua yuniornya sempet jalan-jalan ke beberapa objek wisata di Purbalingga. Dua di antaranya adalah taman wisata ikan air tawar dan taman reptil. Taman ikan air tawar itu akuarium besar-besar yang mirip Sea World yang ada di Ancol, tetapi yang di sini khusus air tawar sehingga suka disebut juga sebagai River World. Penataannya masih cukup sederhana sehingga untuk ke depannya masih bisa dibikin lebih menarik untuk lebih menonjolkan dunia ikan air tawar. Salah satu yang dah cukup menarik adalah terowongan akuarium air tawar. Sayang Mas Roi gak bikin foto terowongannya. Tapi, untuk beberapa akuarium tadi, ini dia hasil bidikannya. Untuk pintu gerbang masuk taman, fotonya aku ambil dari Traju-Krakal.htm-aquarium-ikan-air-tawaraquarium-ikan-air-tawar

akuarium-isroi1

akuarium-isroi2

Trus untuk taman reptil yang letaknya gak jauh dari River World, penataannya lebih bagus dari taman ikan air tawar tadi. Ada banyak koleksi reptil sini. Yang dominan di ingatan dan tatapan yang koleksi berbagai jenis ularnya. Anak Mas Roi yang lebih kecil justru paling berani ma binatang-binatang melata ini, sedangkan yang lebih tua agak takut. Lihat saja aksinya. Trus ada koleksi berbagai jenis serangga yang ditata rapi seperti di museum zoologi Bogor. Tentu saja koleksinya belum selengkap di sana. dua-anak-masroi

di-kandang-ular

koleksi-serangga1

koleksi-serangga2

Dah dulu ya, cerita mudikku ini. Makasih Mas Roi dan temen-teman lain yang dah menjadi bahan postingan ini. Terutama untuk Mas Roi. Soal taman ikan air tawar yang

tampak “masih sederhana” itu nanti kalau sempat aku sampaikan kepada sang empunya dan pengelolanya yang kebetulan saudara sepupuku. Dah dua kali Lebaran terakhir aku gak mudik, jadi gak ketemu dengan mereka dalam silaturahmi keluarga besar Bani Rastam. Kalau komunikasi lewat telepon memang jarang sekali. Padahal sebelum berkeluarga, aku sempat numpang sebagai anak perantauan di rumahnya yang di Jakarta. Kini mereka dah lama menetap kembali di kampung asal.

About Bahtiar Baihaqi

Sekadar ingin berbagi, dari orang awam, untuk sesamanya, orang awam pula dan mereka yang prokeawaman.

Diskusi

18 respons untuk ‘Menelusuri Kembali Kampung Halaman via Dunia Maya

  1. Salam kenal juga. Saya belum sempat jalan-jalan ke blog konco-konco magelang. Makasih atas informya.

    Posted by isroi | Januari 30, 2009, 1:38 pm
  2. Ops, yang punya sumber cerita berkunjung. Salam dan makasih kembali.

    Posted by Bahtiar Baihaqi | Januari 30, 2009, 2:32 pm
  3. Wah Pak
    selamat bergabung
    Salam kenal dari tukang mie 😀

    Posted by achoey | Januari 31, 2009, 11:07 am
  4. @Makasih kang achoey haris “tukang mie”. Sok atuh digabung ajang mie-nya ma telor di warungku.

    Posted by Bahtiar Baihaqi | Januari 31, 2009, 11:23 am
  5. terima kasih atas infonya. Saya pernah berguru ke Pak Ahmad Tohari, keusilan di blog inilah salah satu hasilnya. Sebagian besar buku Pak Ahmad Tohari telah saya koleksi.
    Tentang Banyumasan, jelas tak terlupakan ibarat kampung kedua bagi saya, karena lebih dari sepuluh tahun saya tinggal disana, juga saya punya paman di Cilacap (belakang pesantren Ihya Ulumudin)
    Sekali lagi terima kasih Pak Bahtiar.

    Posted by sunarnosahlan | Januari 31, 2009, 7:09 pm
  6. Makasih jg Mas (kita bermas-masan ajalah). Pantes blog Mas Narno nyastra. Trus, Pak Tohari kan juga (klo gak salah) pernah nyangkut sebentar di Fabio Unsoed.

    Posted by bahtiar baihaqi | Januari 31, 2009, 8:23 pm
  7. wah, ternyata mas kampung halaman mas baihaqi berdekatan dg tempat tinggal kang tohari. karyanya bagus2, mas. saya ndak pernah bosan membaca tulisan2anya.

    @Ya Pak aq memang dari kampung mbanyumasan. Aq jg betah menthelengi (menatap menyimak dengan penuh ketakjuban) blog-blognya Pak Sawali.

    Posted by Sawali Tuhusetya | Februari 1, 2009, 3:56 am
  8. salam kenal kawan..

    @Salam jg kang prys bogorbiru yang jago nulis. Aku baru menyimak sebagian di rumah lamamu.

    Posted by bogorbiru | Februari 1, 2009, 4:33 am
  9. senang memanya blogwalking lalu menemukan teman satu daerah, seperti kembali ke kampung halaman hahaha…

    keep contact ya pak. oiya ada kontes di blog saya. hayuk ikutan

    @Ya, makasih mas antown. Kontesnya nanti kutengok.

    Posted by antown | Februari 1, 2009, 8:08 pm
  10. thanks pak atas kunjungannya

    blog bapak tuh lebih bagus lagi

    aku pemula pak

    klo bleh aku mau skalian belajar tentang blok boleh ga yahhh pakk?????

    🙂

    dgn segala hormat saya ucapkan trimakasih..

    Posted by gery | Februari 2, 2009, 9:47 am
  11. @Gery:
    Klo soal teknis, aku ini termasuk o-on teknologi kok, OOT gitu ya istilahnya. Klo soal yang lain-lain, barangkali aq bisa berbagi.

    Posted by bahtiar baihaqi | Februari 2, 2009, 11:00 am
  12. mat kenal admin sukses

    @mat kenal lagi … hehehe, gak tau kok bisa otomatis nyangkut di spam ya, padahal kan cuma menyertakan satu link.

    Posted by tika | April 6, 2009, 4:09 pm
  13. mat kenal

    @mat kenal jg.

    Posted by tika | April 6, 2009, 4:09 pm
  14. Ada rasa yang seperti hilang, ada kerinduan yang membuncah setelah mbaca blog ini.

    Salam….

    Posted by nasleem | Oktober 20, 2009, 4:20 pm
  15. @Duh, Mas Nasleem,
    kenapa sampai hilang? Silakan segera dicari kembali agar rasa rindu itu terobati.

    Salam juga.

    Posted by Bahtiar Baihaqi | Oktober 20, 2009, 11:50 pm
  16. salam kenal dari orang Banyumas

    aku malh bikin blog bahasa Banyumasan
    http://maskurmambangR.wordpress.com/

    @Makasih Mas, salam kenal juga. Moga jadi lengket sedulurane.

    Posted by Maskur® | Juli 6, 2010, 5:07 pm
  17. Sungguh luar biasa,masih tetap komitmen dengan tulisan-tulisannya………….Mas…………

    @Ah, nggak juga. Malah sering melompong lama. Justru Mas Ratman yang istikamah jadi pengusaha nih.

    Posted by w.suratman | September 3, 2010, 9:32 am

Trackbacks/Pingbacks

  1. Ping-balik: KUBURAN (Silakan Berpelesiran ke Sini) « Awamologi - Januari 10, 2011

Tinggalkan komentar